PEMERINTAH KOTA TANGERANG SELATAN
Pelestarian Kebudayaan Betawi.
PROVINSI BANTEN
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2019
TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,
Menimbang : a. bahwa kebudayaan betawi merupakan salah satu kebudayaan daerah menjadi kekayaan dan
identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk dijaga dan dilestarikan di tengah dinamika
perkembangan peradaban dunia;
b.
bahwa budaya
masyarakat betawi merupakan sistem nilai, adat istiadat yang dianut oleh masyarakat betawi, yang di dalamnya terdapat
pengetahuan, keyakinan, nilai-nilai,
sikap
dan
tata
cara masyarakat yang diyakini dapat
memenuhi kehidupan warga masyarakatnya serta
mewujudkan masyarakat yang berdaulat secara politik, berdikari
secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan;
c.
bahwa dalam rangka menjamin terpeliharanya kebudayaan betawi di Kota Tangerang
Selatan perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan
Daerah Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi;
Mengingat : 1. Pasal
18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2008
tentang Pembentukan Kota Tangerang
Selatan di Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008
Nomor 4935);
3.
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23
Tahun
2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 5679);
4.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6055);
5.
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian dan
Pengembangan Budaya Daerah;
6.
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Pedoman Bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah;
7.
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan
adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat;
8.
Peraturan Bersama
Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 42 Tahun 2007 dan Nomor 40 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pelestarian Kebudayaan;
9.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelestarian Tradisi;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
Dan
WALIKOTA TANGERANG SELATAN MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH
TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah
ini yang dimaksud
dengan :
1.
Daerah adalah Daerah Kota Tangerang Selatan.
2.
Pemerintah Daerah adalah Walikota
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah otonom.
3.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan.
4.
Dinas adalah perangkat daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang kebudayaan.
5.
Kebudayaan
adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan cipta, rasa, karsa dan hasil karya masyarakat.
6.
Budaya Betawi adalah Kebudayaan masyarakat yang berasal
dari betawi.
7.
Pelestarian adalah upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan yang dinamis.
8.
Pelindungan
adalah upaya menjaga keberlanjutan Kebudayaan yang dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan dan publikasi.
9.
Pengembangan
adalah upaya menghidupkan ekosistem Kebudayaan
serta meningkatkan, memperkaya
dan
menyebarluaskan Kebudayaan.
10.
Pemanfaatan adalah upaya pendayagunaan Objek Pemajuan Kebudayaan untuk menguatkan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dalam mewujudkan tujuan nasional.
11.
Pembinaan adalah upaya pemberdayaan sumber daya manusia
kebudayaan, lembaga Kebudayaan dan pranata Kebudayaan dalam meningkatkan dan memperluas peran aktif dan inisiatif masyarakat.
12.
Jati diri bangsa adalah karakter budaya dan karakter
sosial yang menjadi
diri pengenal bangsa.
13.
Kesenian adalah hasil
cipta
rasa
manusia
yang
memiliki
nilai estetika dan keserasian antara pencipta,
karya
cipta dan lingkungan penciptaan.
14.
Kesejarahan
adalah dinamika peristiwa Budaya Betawi yang tejadi di masa lalu dalam berbagai aspek kehidupan dan hasil rekonstruksi peristiwa-peristiwa tersebut, serta peninggalan masa lalu dalam bentuk pemikiran
ataupun teks tertulis,
tidak tertulis dan tradisi lisan.
15.
Nilai Tradisi
atau Adat Istiadat
adalah konsep abstrak
mengenai masalah dasar
kemanusiaan yang amat penting dan berguna dalam hidup dan kehidupan
manusia yang tercermin
dalam sikap dan perilaku
yang selalu berpegang teguh pada Adat Istiadat masyarakat betawi.
16.
Bahasa Betawi adalah bahasa yang digunakan
sebagai sarana komunikasi dan interaksi antar masyarakat betawi.
17.
Souvenir atau
cinderamata adalah benda yang bercirikan kebetawian sebagai oleh-oleh, tanda
mata dan/atau kenang-kenangan.
18.
Ornamen atau Arsitektur adalah bangunan atau bagian
dari bangunan
atau lambang-lambang atau
simbol-simbol
yang mencirikan kebetawian.
19. Kuliner adalah
segala jenis makanan
yang bercirikan kebetawian.
20.
Badan Musyawarah Masyarakat Betawi yang selanjutnya disebut
dengan Bamus Betawi adalah organisasi induk masyarakat betawi Kota Tangerang
Selatan yang merupakan
representatif
untuk ditunjuk
sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam
pelaksanaan seluruh
kegiatan Pelestarian Kebudayaan
Betawi.
Pasal 2 Pelestarian Kebudayaan betawi berasaskan:
a.
keterbukaan;
b.
akuntabilitas;
c.
kepastian hukum;
d.
keberpihakan;
e.
keterpaduan; dan
f.
keberlanjutan.
Pasal 3
Pelestarian Kebudayaan Betawi bertujuan:
a.
melindungi, mengamankan dan melestarikan Budaya
Betawi;
b.
memelihara dan mengembangkan keberagaman nilai tradisi betawi;
c.
meningkatkan pemahaman kesadaran masyarakat terhadap Kebudayaan Betawi;
d.
meningkatkan kepedulian dan aspirasi masyarakat terhadap peninggalan Kebudayaan Betawi; dan
e.
mengembangkan Kebudayaan Betawi untuk memperkuat jati diri kebudayaan nasional.
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 4
Dalam Pelestarian Kebudayaan
Betawi Pemerintah Daerah bertugas:
a.
melaksanakan Pelestarian Kebudayaan Betawi;
b.
mengelola informasi di bidang Kebudayaan Betawi;
c.
menyediakan sarana dan prasarana Kebudayaan Betawi;
d.
menyediakan sarana
dan prasarana Kebudayaan;
e.
membentuk mekanisme pelibatan masyarakat dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi;
f.
mendorong peran aktif dan inisiatif masyarakat dalam Pemajuan
Kebudayaan Betawi;
g.
menghidupkan dan
menjaga
Pelestarian
Kebudayaan Betawi
yang berkelanjutan.
h.
mewujudkan iklim Kebudayaan Betawi yang sehat, bebas dan dinamis;
i.
meningkatkan kesejahteraan dan terlindunginya hak cipta dan hak kekayaan
intelektual seniman betawi;
j.
menata lembaga
kebudayaan yang kreatif,
responsif, proaktif dan dinamis terhadap
kebutuhan dan pertumbuhan kesenian Betawi;
k.
meningkatkan apresiasi
masyarakat terhadap Kebudayaan Betawi;
l.
meningkatkan profesionalisme penyelenggaraan Kebudayaan Betawi:
m.
mendorong dan memfasilitasi perkumpulan seni dan organisasi atau lembaga kemasyarakatan dalam Pelestarian Kebudayaan
Betawi;
n. mendorong tumbuhnya
industri alat Kebudayaan
Betawi;
o.
merefleksi dan mengevaluasi kegiatan
penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi; dan
p.
membina dan memfasilitasi perkumpulan atau paguyuban Kebudayaan Betawi.
Pasal 5
Pemerintah Daerah dalam Melestarikan Kebudayaan Betawi berwenang:
a.
merumuskan dan menetapkan kebijakan Pelestarian Kebudayaan Betawi;
b.
merencanakan, menyelenggarakan dan mengawasi Pelestarian Kebudayaan Betawi;
c.
merumuskan dan menetapkan mekanisme pelibatan masyarakat
dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi; dan
d.
merumuskan dan menetapkan mekanisme pendanaan dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi.
Pasal 6
(1)
Pemerintah Daerah dalam melestarikan Kebudayaan Betawi sebagaimana di maksud dalam Pasal 5 menyusun Rencana
Induk Pelestarian Kebudayaan Betawi untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(2)
Rencana induk Pelestarian Kebudayaan Betawi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a.
arah, kebijakan
dan strategi dalam mencapai target penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi;
b.
target yang ingin dicapai dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi;
c.
pengembangan kerjasama, kemitraan dan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi; dan
d.
kebutuhan penyediaan pembiayaan yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(3)
Rencana induk Pelestarian Kebudayaan Betawi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan daerah lain yang ada di Daerah.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Rencana Induk Pelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), diatur dalam Peraturan Walikota.
Pasal 7
(1)
Rencana induk Pelestarian
Kebudayaan
Betawi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, dituangkan dalam:
a.
rencana aksi Daerah Pelestarian Kebudayaan Betawi; dan
b.
rencana strategis Dinas dan perangkat Daerah terkait.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
rencana aksi Daerah Pelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, diatur dalam Peraturan Walikota.
(3)
Rencana strategis
Dinas dan perangkat
Daerah terkait dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan
sesuai
ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Masyarakat berhak:
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 8
a.
menggunakan seluruh
aspek Kebudayaan Betawi
sesuai fungsinya;
b.
memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi;
c.
turut serta dalam menetapkan kebijakan Kebudayaan Betawi;
dan
d.
memilih aspek Kebudayaan Betawi
untuk kepentingan pengungkapan pengalaman dan estetisnya.
Pasal 9
(1)
Masyarakat dapat berperan serta dalam upaya Pelestarian Kebudayaan Betawi.
(2)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
inventarisasi nilai-nilai tradisi Budaya Betawi;
b.
inventarisasi aset kekayaan budaya dan penggalian sejarah betawi;
c.
peningkatan kegiatan
Pelestarian Kebudayaan Betawi;
d.
sosialisasi dan publikasi nilai-nilai tradisi Budaya Betawi;
dan
e.
fasilitasi pengembangan kualitas sumber daya manusia dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi.
BAB IV PELESTARIAN BUDAYA
BETAWI
Pasal 10
(1)
Pemerintah Daerah melakukan Pelestarian Kebudayaan Betawi dengan
melibatkan masyarakat, seniman,
para ahli dan
pihak lain yang berkepentingan.
(2)
Pelestarian
Kebudayaan Betawi dapat dilakukan oleh perorangan dan organisasi kemasyarakatan.
(3)
Pelestarian
Kebudayaan Betawi sebagaimana di maksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh BAMUS Betawi Daerah.
(4)
Pelestarian
Kebudayaan Betawi sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan melalui perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan.
Pasal 11
(1)
Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud
di dalam Pasal 10 ayat (4) dapat dilakukan melalui:
a.
invetarisasi;
b. pendokumentasian;
c.
penyelamatan;
d. penggalian;
e.
penelitian;
f.
pengayaan;
g.
pendidikan;
h. pelatihan;
i.
penyajian;
j.
penyebarluasan;
k.
revitalisasi;
l.
rekonstruksi; dan
m. penyaringan.
(2)
Perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperhatikan:
a.
nilai agama;
b. tradisi,
nilai, norma, etika dan hukum adat;
c.
sifat kerahasiaan dan kesucian unsur-unsur budaya tertentu yang dipertahankan oleh masyarakat;
d.
kepentingan umum,
kepentingan komunitas dan kepentingan kelompok
dalam masyarakat;
e.
jati diri Daerah dan bangsa;
f.
kemanfaatan bagi masyarakat; dan
g.
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Perlindungan Kebudayaan Betawi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat dilakukan
melalui:
a.
mencatat, menghimpun, mengolah dan menata informasi
kebudayaan;
b.
registrasi;
c.
pendaftaran atas hak kekayaan
intelektual;
d.
legalitas aspek budaya;
e.
penelitian; dan
f.
penegakan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Pengembangan kebudayaan betawi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat dilakukan
melalui:
a.
kajian;
b.
penelitian;
c.
diskusi;
d.
seminar;
e.
workshop;
f.
eksperimen; dam
g.
penciptaan model-model baru.
Pasal 14
Pemerintah Daerah melakukan
pengembangan
kebudayaan
Betawi melalui:
a.
penerapan kesenian
betawi dalam kurikulum pendidikan pada sekolah
dasar dan sekolah
menengah pertama dengan memasukkan mata pelajaran Kesenian
betawi;
b.
meningkatkan
kualitas pendidik dan bahan ajar Kesenian betawi serta pamong seni;
c.
memenuhi fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan
d.
kesenian betawi.
e.
Penyelenggaraan lomba Kebudayaan Betawi secara periodik dan berjenjang;
f.
pergelaran Kebudayaan Betawi pada acara resmi tertentu;
g.
kegiatan lain yang berfungsi sebagai sarana dan media apresiasi
Kebudayaan Betawi; dan
h.
memberikan penghargaan dan jaminan sosial
kepada seniman betawi
yang berprestasi.
Pasal 15
Pemanfaatan kebudayaan betawi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan melalui:
a.
penyebarluasan informasi;
b.
pergelaran budaya;
c.
pengemasan bahan ajar:
d.
pengemasan bahan kajian; dan
e.
pengembangan wisata.
Pasal 16
Pemerintah Daerah bersama tokoh
masyarakat Betawi dalam melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 menetapkan
antara lain:
a.
pakaian adat betawi dan kelengkapannya;
b.
ornamen khas betawi;
c.
Bahasa Betawi;
d.
souvenir/cinderamata; dan
e.
upacara perkawinan adat Betawi.
Pasal 17
Pakaian adat betawi dan kelengkapannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a, digunakan pada:
a.
peringatan ulang tahun Kota Tangerang Selatan;
b.
lebaran betawi; dan
c.
hari kerja paling sedikit
1 (satu) kali dalam satu minggu bagi aparatur Pemerintah Daerah.
Pasal 18
(1)
Ornamen khas betawi sebagaimana di maksud dalam Pasal 16 huruf b dikembangkan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat
betawi.
(2)
Pengembangan ornamen
khas betawi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara:
a.
pemakaian
ornamen khas Budaya Betawi pada bangunan publik, gedung yang sudah ada/berdiri dan yang akan dibangun miIik Pemerintahan Daerah; dan
b.
menempatkan ornamen
khas Budaya Betawi pada
bagian dinding
gapura dan/atau tugu yang berfungsi
sebagai batas wilayah
kelurahan, kecamatan dan daerah.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penggunaan pakaian adat betawi dan kelengkapan
Ornamen khas betawi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 18 diatur dalam Peraturan
Walikota.
Pasal 20
Bahasa Betawi sebagaimana di maksud dalam Pasal 16 huruf c dapat digunakan:
a.
masyarakat betawi
dan/atau masyarakat Daerah;
dan
b.
acara resmi Pemerintah Daerah.
Pasal 21
souvenir/cinderamata
sebagaimana di maksud dalam Pasal 16 huruf d wajib disediakan oleh pengelola dan/atau penyelenggara tempat
hiburan, biro perjalanan kepada pengunjung.
Pasal 22
Pengelola hotel pada minggu keempat setiap bulan, hari
ulang tahun Daerah dan lebaran
betawi wajib menampilkan kesenian Betawi, serta menghidangkan makanan
khas Betawi.
Pasal 23
Pengelolaan hotel/rumah makan
wajib memberikan nama ruangan dengan nama budaya/ikon betawi.
Pasal 24
(1)
Pemerintah Daerah dan masyarakat meningkatkan industri kecil kerajinan
dan mengembangkan makanan khas betawi sebagai oleh- oleh.
(2)
Pemerintah Daerah dan masyarakat menghidangkan makanan khas betawi pada peringatan ulang tahun Daerah dan lebaran betawi.
BAB V
DATA DAN INFORMASI
Pasal 25
(1)
Pemerintah Daerah mengembangkan data dan informasi
Pelestarian Kebudayaan Betawi paling sedikit
memuat:
a.
jenis kesenian betawi;
b.
kesejarahan betawi;
c.
kebahasaan dan kesusastraan betawi;
d.
nilai tradisi dan adat istiadat betawi;
e.
perfilman betawi;
f.
pakaian adat betawi;
g.
kuliner khas betawi;
h.
Pengelola hotel/rumah makan wajib memberikan nama ruangan dengan
arsitektur betawi; dan
i.
data dan informasi lain yang diperlukan
dalam Pelestarian Kebudayaan Betawi.
(2)
Data dan
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhubung dalam satu jejaring
secara nasional.
(3)
Penyediaan data dan informasi
Pelestarian Kebudayaan Betawi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian tugas
kepala Dinas berkoordinasi
dengan kepala perangkat Daerah yang tugas dan
fungsinya di bidang
komunikasi dan informasi.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
data dan informasi Kebudayaan Betawi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diatur dalam Peraturan Walikota.
BAB VI
PEMBINAAN,
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 26
(1)
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui
kegiatan sebagai berikut:
a.
sosialisasi;
b.
bimbingan teknis, supervisi dan konsuItasi;
c.
pendidikan dan pelatihan;
d.
penelitian dan pengembangan;
e.
pengembangan sistem informasi dan komunikasi;
f.
penyebarluasan informasi
kepada masyarakat; dan
g.
pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
Pasal 27
Pemerintah Daerah melakukan
pemantauan penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi.
Pasal 28
Pemerintah
Daerah melakukan evaluasi penyelenggaraan pelestarian Kebudayaan Betawi secara berkala.
BAB VII PEMBIAYAAN
Pasal 29
Pembiayaan pelestarian kebudayaan betawi bersumber dari:
a.
anggaran pendapatan dan belanja daerah;dan
b.
sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 30
(1)
Pembiayaan kegiatan Pelestarian Kebudayaan Betawi yang dilaksanakan masyarakat menjadi tanggung jawab masyarakat.
(2)
Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan untuk kegiatan Pelestarian Kebudayaan Betawi yang dilakukan oleh masyarakat.
BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 31
(1)
Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan
dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 20 dikenakan sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.
teguran lisan;
b.
peringatan tertulis;
dan
c.
penundaan pemberian layanan publik.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah
ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah
ini diundangkan.
Pasal 33
Peraturan Daerah ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kota Tangerang Selatan.
Ditetapkan di Tangerang
Selatan pada tanggal
5 Juli 2019
WALIKOTA TANGERANG
SELATAN,
ttd
AIRIN RACHMI DIANY
Diundangkan di Tangerang
Selatan pada tanggal
9 Juli 2019
SEKRETARIS DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN,
ttd
MUHAMAD
LEMBARAN
DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2019 NOMOR 5 NOREG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN, PROVINSI BANTEN:
(6, 16/2019).
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2019
TENTANG PELESTARIAN KEBUDAYAAN BETAWI
I.
UMUM
Masyarakat
Tangerang Selatan terdiri atas beragaman suku bangsa, adat istiadat, bahasa, pengetahuan dan teknologi lokal, tradisi, kearifan
lokal, dan seni. Keberagaman tersebut
merupakan warisan budaya bangsa
bernilai luhur yang membentuk identitas Daerah. Namun pada dasarnya
Tangerang Selatan memiliki
sejarah kebudayaan yang terpisahkan
dari kebudayaan Betawi, karena masyarakat Asli Tangerang Selatan merupakan suku Betawi.
Didalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selanjutnya, Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai- nilai
budayanya".
Kebudayaan
Nasional Indonesia
adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar- Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia.
Pelestarian Kebudayaan Betawi di Tangerang
Selatan dilaksanakan berlandaskan asas keterbukaan, Akuntabilitas, kepastian hukum, keberpihakan, keterpaduan, dan keberlanjutan.
Adapun
tujuannya adalah melindungi, mengamankan, dan melestarikan budaya Betawi, memelihara dan mengembangkan keberagaman nilai tradisi Betawi,
meningkatkan pemahaman kesadaran masyarakat
terhadap kebudayaan Betawi, meningkatkan
kepedulian, dan aspirasi masyarakat terhadap peninggalan kebudayaan Betawi, dan mengembangkan kebudayaan Betawi untuk memperkuat jati diri kebudayaan nasional. Dalam usaha
pelestarian Kebudayaan Betawi diperlukan payung hukum yang memadai sebagai pedoman dalam perlindungan kebudayaan
betawi secara menyeluruh dan terpadu
sehingga perlu disusun
Peraturan Daerah tentang Perlindungan kebudayaan Betawi.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG
SELATAN NOMOR 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar